Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jadilah Apa Yang Kamu Inginkan

    Ketika kita ingin menjadi apa, maka jadilah sesuatu seperti apa yng kamu ingin kan.Tidak usah peduli dengan pandangan orang lain.

    Berikut kisah inspiratif yang bisa kita ambil pelajaran :

    Jadilah Apa yang Kamu Inginkan


    Oleh  Lusia Sumarmi  (16 Desember 2009)

    Sumber : https://pixabay.com/


    Ada seorang gadis kecil yang lahir di suatu keluarga besar yang miskin. Mereka tinggal dalam sebuah rumah sederhana di Tenesse, Amerika Serikat. Gadis itu adalah anak ke-10 dari 12 bersaudara. Ia lahir prematur dan sangat rapuh. Ketika berumur 4 tahun, ia terkena pneumonia dan demam scarlet - sebuah kombinasi yang mematikan yang akhirnya membuat kaki kirinya tak berdaya dan tak bisa berfungsi dengan baik. Ia harus mengenakan penopang kaki dari besi. Bagaimanapun, ia masih beruntung memiliki ibu yang selalu mendukungnya.

    Sang ibu berkata pada anak gadisnya yang sangat cemerlang bahwa meskipun kakinya cacat, ia dapat menjadi apa pun yang ia inginkan dalam hidup. Sang ibu berkata bahwa yang ia butuhkan adalah keyakinan yang kuat, persistensi, keberanian, dan semangat pantang menyerah.

    Kemudian, pada saat ia berumur 9 tahun, gadis kecil itu melepas penopang kakinya, dan mengabaikan apa yang dikatakan dokter bahwa kakinya tidak akan pernah kembali normal.

    Dalam empat tahun, ia telah mengembangkan langkah ritmis - sebuah keajaiban medis. Kemudian, gadis itu mendapatkan impian-impian yang luar biasa bahwa suatu saat ia akan menjadi pelari wanita terbaik di dunia. Bagaimana mungkin itu terjadi, mengingat kondisi kakinya yang seperti itu?

    Pada umur 13 tahun, ia mengikuti pertandingan. Ia tiba paling akhir - sangat akhir. Ia mengikuti setiap pertandingan di sekolah, dan setiap kali ia selalu tiba terakhir. Semua orang menyuruhnya berhenti! Tapi, suatu kali ia berhasil memenangkan pertandingan. Sejak saat itu, Wilma Rudolp memenangkan setiap pertandingan yang diikutinya.

    Wilma kuliah di Universitas Negeri Tenesse, di mana ia bertemu dengan seorang pelatih bernama Ed Temple. Pelatih itu melihat semangat pantang  menyerah dalam diri Wilma. Gadis itu memiliki keyakinan yang kuat dan bakat alam yang besar. Ia melatih Wilma dengan baik sehingga gadis itu dapat mengikuti pertandingan olimpiade.

    Di sana, ia harus berhadapan dengan pelari wanita terbaik dunia saat itu, Jutta Heine dari Jerman. Jutta belum pernah terkalahkan oleh siapa pun. Tetapi pada lintasan 100 meter, Wilma Rudolph yang menang! Ia mengalahkan Jutta lagi pada lintasan 200 meter. Kini, Wilma berhasil mengantongi dua medali emas olimpiade.

    Akhirnya, tibalah pertandingan estafet 400 meter. Wilma harus bersaing dengan Jutta lagi. Dua orang pertama dari tim Wilma berhasil melakukan estafet dengan baik. Tetapi orang ketiga, saking senangnya, menjatuhkan tongkat pada saat dioperkan kepada Wilma. Wilma melihat Jutta telah berlari jauh di depannya. Sepertinya, tidak mungkin Wilma bisa mengalahkan Jutta. tetapi Wilma melakukannya! Dan ia mendapatkan medali emas olimpiade ketiganya.

    Renungan

    Ada perbedaan antara seorang juara dengan seorang pecundang. Di antaranya adalah keyakinan yang kuat, impian yang besar, persistensi, dan semangat pantang menyerah. Itu semua ditunjukkan oleh Wilma - seorang gadis berkaki cacat.

    Sayangnya, masih sedikit orang yang berjiwa juara. Lebih banyak orang yang cepat menyerah pada keadaan dan cenderung menyalahkan kondisinya. Padahal, mereka dikaruniai tubuh yang normal dan pikiran yang sehat. Ketika hidup miskin, mereka menyalahkan nasib dengan berkata, mengapa tidak dilahirkan dalam keluarga kaya? Mengapa punya orangtua yang miskin sehingga tidak bisa membiayai kuliah? Mengapa tidak diberi wajah yang ganteng agar bisa menikah dengan gadis kaya?

    Saat melihat orang lain sukses, bukannya terpacu untuk berhasil malah mencari-cari pembenaran diri dengan berpikir, pantas saja dia sukses, punya koneksi sih! Wajar bila dia berhasil, orangtuanya kan punya modal banyak! Jelas saja laris, ia punya teman-teman pejabat! Dan sebagainya.

    Kita seharusnya malu, ada seseorang dengan keterbatasan yang mampu mencapai prestasi yang mengagumkan. Sementara itu, kita yang punya segalanya, malah membuat hidup menjadi tak berarti. Menyia-nyiakan kesempatan yang datang, memilih menyerah sebelum bertanding, dan berlindung dibalik pembenaran diri.

    Marilah berubah sejak sekarang! Kita bisa menjadi apa saja yang kita inginkan.

    Dessy Danart, Hadiah Terindah “88 Kisah Motivasi dan Inspirasi bagi Sukses Hidup dan Karier”, Penerbit Andi, 2007
    Sumber :

    • http://forum.psikologi.ugm.ac.id/index.php?topic=140.0
    • Edit Terakhir: 12 Januari 2010, 08:04:14 PM oleh johanis